Jumat, 25 Januari 2013

Review dan Sinopsis Novel "Harimau! Harimau!"

cr. wikipedia



Beberapa hari lalu selesai membaca novel berjudul “Harimau! Harimau!”, novel terbitan tahun 1975. Haha…terlambat berapa tahun aku membacanya. Sebenarnya aku tak asing dengan judulnya, juga tak asing pula dengan covernya. Cover itu, judul itu rasanya sering aku lihat beberapa tahun lalu. Saat aku masih kuliah dan memakai pakaian sederhana ke perpustakaan kampus. Saat itu setiap kali pergi mencari buku Manajemen, aku sempatkan menoleh ke rak-rak buku novel. Aku lihat baik-baik judulnya, mana yang aku kenal dan apakah akan aku pinjam. Novel Harimau! Harimau! Itu salah satu novel yang terpajang di sana, yang mungkin berkali-kali kulihat judulnya namun tak ada rasa tertarik untuk meminjamnya. Seandainya aku tahu itu  salah satu novel terbaik di tahun 1975, seandainya aku tahu isi ceritanya mengalir seperti air gunung, seandainya aku tahu pesan-pesannya menyejukkan dan menegangkan, mungkin aku akan meminjamnya dan membacanya beberapa tahun lalu itu.
Sudahlah, akhirnya aku selesai membacanya juga. Novel ini karya Mochtar Lubis, sang penulis menulisnya saat berada di dalam penjara. Hmm.. tetapi yang aku rasakan dalam novel ini bukanlah kemarahan atau keterkungkungan. Bukan dendam juga bukan pula benci. Atau itu hanya perasaanku saja ? Apa aku salah ?
Harimau! Harimau seperti judulnya memang berkisah tentang seekor harimau. Tapi harimau yang sering disebut sebagai “nenek” disini sebenarnya bukan tokoh utamanya.  Oh mungkin juga tokoh utamanya tapi banyak tokoh utama lainnya juga. Berawal dari perkenalan kondisi sebuah hutan, novel ini lalu memperkenalkan tokohnya satu persatu. 7 (tujuh) orang laki-laki pengumpul damar, yaitu Buyung, Pak Haji, Wak Katok, Sanip, Sutan, Pak Balam, dan Talib saat itu sedang berada di dalam sebuah hutan untuk melakukan pekerjaan mereka, yaitu mengumpulkan damar.
Cerita ini berkisah pada jaman setelah penjajahan kalau tidak salah. Beberapa tahun setelah penjajahan, tokoh yang ikut dalam perang kemerdekaan pada waktu itu berumur 50 tahun dalam novel, mungkin juga sesuai dengan tahun terbitnya yaitu sekitar tahun 1970-an atau kurang dari itu. Dikisahkan ke tujuh orang itu punya sifat yang berbeda-beda dengan umur yang berbeda-beda pula. Mereka berteman dalam mengumpulkan damar. Penulis menceritakan watak tokohnya dengan detail di awal, pembaca tidak akan bingung atau khawatir kebingungan karena akan segera hafal dengan profil mereka.
Dikisahkan dalam perjalan mencari damar mereka membutuhkan waktu berminggu-minggu. Mereka sempat bermalam di tempat seorang dukun tua yang terkenal di kampung mereka. Namanya Wak Hitam. Saat itu Wak Hitam dalam keadaan sakit, dia tak sendirian tinggal di tengah hutan. Dia ditemani oleh istri termudanya yang cantik, namanya Siti Rubiyah. Sejak di tempat Wak Hitam itulah, novel ini memberikan gejolak. Ya, penulisnya seorang laki-laki, dan tentu dia bisa menggambarkan ketertarikan laki-laki terhadap perempuan muda yang cantik. Ketujuh pengumpul damar itu dikisahkan tertarik dengan istri dukun yang sedang sekarat. Heu…tapi tertarik disini hanya tertarik saja, seperti sekelompok kucing yang melihat ikan. Hanya beberapa akhirnya yang bisa mencicipi, yang lain hanya mencium baunya saja dari jauh.
Singkat cerita akhirnya mereka harus melanjutkan perjalanan meninggalkan Siti Rubiyah yang cantik itu dengan Wak Hitam yang sedang sekarat terbaring di tempat tidur. Buyung, anggota termuda dari kelompok itu mendapatkan pengalaman yang tak dia kira di saat perpisahan itu. Pengalaman yang akhirnya membuatnya merasa kehilangan sesuatu yang suci.
Nah, di perjalanan pulang itulah tokoh seekor harimau muncul. Muncul dengan tak gagah, dia digambarkan sebagai seekor harimau tua yang kelaparan. Ingin mendapatkan hewan buruan tapi tak bisa. Kelaparannya menjadi-jadi saat hewan buruannya akhirnya dirampas dengan tak sengaja oleh ketujuh pengumpul damar itu..
Selanjutnya novel menjadi penuh ketegangan, lupalah pada Siti Rubiyah itu. Heuheu.. Satu persatu anggota pengumpul damar itu menjadi korban dari sang harimau. Ada yang terluka berhari-hari, ada yang terluka sebentar, adapula yang langsung mati. Salah seorang yang terluka  dan pertama kali terluka oleh harimau itu adalah Pak Balam. Dialah yang memulai kegalauan dari seluruh anggota. Pak Balam di saat-saat sekaratnya itu meracau tentang dosa-dosa, dia menceritakan tentang dosanya bersama Wak Katok. Wak Katok bisa dikatakan sebagai pemimpin rombongan dan juga orang yang disegani orang sekampung. Pak Balam berkata bahwa harimau itu diutus oleh Tuhan untuk membalas mereka yang berdosa. Pak Balam meracau setiap waktu agar keenam anggota lainnya juga mengungkapkan dosa-dosa besar apa yang mereka telah lakukan.
Saat membaca bagian itu tanpa sadar aku sendiri juga mulai mendaftar dosa-dosa apa yang pernah aku lakukan, mungkin kalian juga begitu! Novel ini banyak membahas masalah agama, adat, mistis, nafsu, kejahatan, kemanusiaan, kepemimpinan, kehewanan dan banyak lagi. Padahal hanya berkisah perjalanan dalam mengumpulkan damar saja. Singkat tapi padat.


Siapa yang akan hidup? Pesan-pesan apalagi yang akan kalian dapat? Baca novelnya di perpustakaan terdekat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...